Jumat, 25 Januari 2013

Jadilah Bos di Usia Muda

Masihkah generasi muda hari ini mengingat pernyataaan bung karno bahwa dengan sepuluh orang pemuda, proklamator yang sekaligus presiden pertama negri ini, berkeyakinan mampu menggenggam dan mengusai dunia. Yah, hanya sepuluh orang pemuda. Sementara pemuda hari ini  tak hanya sepuluh, di negri yang katanya memiliki sumber daya alam yang melimpah ruah berbanding lurus dengan melimpah ruahnya jumlah pemuda masa kini. Pertanyaannya kemudian sejauh mana kini sumbangsi pemuda bangsa ini untuk dunia, untuk bangsanya sendiri, lingkungan sekitarnya atau untuk keluarga sendiri.
Mengimani pernyataan bung karno itu di era anak muda kekinian bukan tidak mungkin, melainkan susah, melihat pola pendidikan saat ini yang mencetak generasi muda melalui sekolah ataupun perguruan tinggi, sebatas ngomong belaka. Tenaga pendidik, dan kurikulum akademik hanya mengajarkan peserta didik jago berbicara, berdebat dan berapologi. Melupakan bahwa selepas dari lingkungan pendidikannya ia harus berhadapan dengan dunia nyata. Tantangan kehidupan tak bisa tuntas  jika hanya mengandalkan ‘ngomong doank.’
Lihatlah orang tua kita yang terlena duduk di Senayan sana, mereka sangat jago berbicara, berdebat dan berapologi, katanya untuk kesejaterahaan rakyat, nyatanya yang sejahtera hanya rakyat Senayan.  Tak bisa dipungkiri banyak diantara mereka beremental koruptor. Kaum muda yang menggelar aksi demonstrasi di jalan, menuntut aturan yang harus berpihak pada rakyat diklaim sebagai kaum anarkis, perusuh dan katanya merugikan perekonomian negara.
Efek dari pencitraan negatif anak muda Indonesia yang tak lain diperoleh dari para orang tua kita sendiri yang dibesar-besarkan media massa, baru-baru ini beberapa IT terbesar dunia lebih memilih mendirikan perusahaanya di Malaysia dengan memanfaatkan kaum muda di negri jiran itu sebagai komputer penggerak perusahaannya. Salah satu alasannya bahwa kaum muda yang ada di bumi pertiwi ini terlalu banyak bicara dan minim action. Sungguh menyedihkan karna kaum mudalah yang menjadi korban kesalahan para orang tua dalam perumusan sistem pendidikan kita.
Di sisi lain, kebanyakan orang tua kita hari ini masih ogah-ogahan membuka ruang pada anak muda untuk mengeksplor potensi yang dimiliki. Persoalannya kerap yang lebih tua enggan dipimpin oleh anak muda, dengan asumsi anak muda masih belum banyak makan asam garam, belum banyak pengalaman hidup yang pernah dilewati, anak muda berpikirnya sekali saja tanpa menghiraukan akibatnya, belum layak jadi Bos. Padahal tidak ada jaminan yang lebih tua itu lebih berkualitas. Justru kaum mudalah yang sering berinisiatif membuat inovasi  dalam melakukan perubahan sistem yang telah usam.
Untuk itu seorang anak muda yang memiliki kreatifitas dengan semangat tinggi memilih berwiraswasta agar bisa menjadi Bos. Bos sekaligus anak buah untuk usahanya sendiri. Secara kreatif mampu membuktikan seluruh potensi yang melekat dalam dirinya dan bermanfaat untuk lingkungan sekitarnya.  Sosok muda enterpreneur yang mampu memindahkan sumberdaya ekonomi dari kawasan produktivitas rendah ke kawasan  produktivitas tinggi dengan hasil yang lebih besar.
Sosok anak muda sukses seperti itu tidak hanya sekedar imajinasi dan angan-angan belaka. Namun penulis pernah berbincang-bincang dengan seseorang yang sukses di usia muda bernama Amran Sulaiman. Entrepreneur muda Makassar Sulsel yang kini menjadi Bos besar tujuh perusahaan yang tergabung dalam PT Tiran Group. Perusahaan besar yang dirajut dari modal pinjaman bank.
Amran, sapaan akrabnya, berkeyakinan bahwa kesuksesan adalah hak semua orang yang mau berjuang. Ia punya impian besar untuk sukses. Impian yang lahir ketika menyaksikan ibunda tercinta tengah sakit keras namun tidak ada biaya untuk dibawa rumah sakit, dan Amran tak bisa berbuat apa-apa sehingga ibunya hanya tergelatak dirumah diobati dengan cara tradisioanal.
Modal pinjaman sejumlah Rp 500 ribu dari bank, selanjutnya Amran kelolah secara autodidak dengan keyakinan, ketekunan, kreasi  dan optimis yang tinggi.  Dalam setiap langkah menjalankan usaha Amran berkeyakinan sesungguhnya tuhan tidak akan merubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang merubah nasibnya.
Menurutnya hidup ini sederhana jika kita menginginkannya, begitupun hidup dalam kesulitan. Penyebab kegagalan meraih kesuksesean adalah lemahnya keyakinan sesorang untuk sukses sebab menuju sukses identik dengan kesengsaraan. Selain itu pula mudah menyerah, dan selalu menggantungkan hidup dari belas kasihan adalah sikap hidup yang salah dan fatal.
Amran selaku pimpinan dan juga direktur PT Tiran Group selalu mencotohkan pada anak buahnya bagaimana seseorang menjadi manusia berkarakter unggul.  Karakter unggul yang dimaksud Amran  adalah punya visi yang jelas, bermoral, berani bertanggung jawab dan jujur dalam bekerja ataupun jujur pada sang pencipta. 
Dengan omzet perusahaan mencapai miliaran rupiah, keinginan Amran kini mengarah pada pengabdian pada masyarakat, ia berencana mendirikan yayasan pengerak ekonomi rakyat, dengan mengeskploitasi potensi desa, karena mencermati perilaku budidaya petani yang belum tepat. Perusahaannya akan berkolaborasi dengan pabrik yang bergerak dalam bidang pertanian mengawal para petani dan memberikan bantuan dalam bentuk materil.
Pilihannya sekarang untuk menjadi bos di usia muda maka detik ini juga mulailah bermimpi dan memikirkan cara yang tepat untuk meraih mimpi itu, tidak hanya berpangku tangan menunggu keberuntungan dari para orang tua yang berbesar hati mengangkat kita menjadi seorang bos muda. Berbahagilah anak muda yang makan dan hidup dari keringat mereka sendiri. (Sang Fiko)


    






  



Jumat, 07 September 2012

Makassar Susul Jakarta Jadi Lahapan Si Jago Merah


Setelah berbagai media lokal maupun nasional ramai memberitakan maraknya terjadi kebakaran di beberapa titik di Jakarta, kini giliran Makassar jadi santapan ganasnya si jago merah. Kebakaran yang terjadi pada Selasa malam, 4 September, sekira pukul 23.00 Wita itu, melahap belasan rumah yang ada Jl Dr Ratulangi, Lr I Makassar. Akibat kelalaian ini membuat ratusan warga Ratulangi terpaksa mengungsi.

Titik api berasal dari puntung rokok salah seorang peminum ballo’ yang telah melakukan pesta miras pada malam hari. Dalam keadaan mabuk,  tak sengaja puntung rokoknya dibuang ke rumah yang menjadi agen bensin enceran. Pun warga sekitar yang tengah terlelap tak menyadari jika api tengah menghanguskan rumah-rumah mereka, bersamaan api yang membesar  barulah warga pada bangun dan  panik menyelamatkan keluarga dan barang-barang berharga.

Sebenarnya ganasnya api malam itu sangat mudah dijinakkan, jika saja pemadam kebakaran dapat dengan dekat menyirami titik api. Namun jalur sempit di pemukiman padat penduduk itu menjadi penghambat masuknya mobil pemadam kebakaran sehingga petugas pemadam kebakaran hanya mampu menyemprotkan air dari jarak yang cukup jauh.

Seharunya, pengaturan dan tata kelolah pemukiman yang padat penduduk telah dipikirkan dari jauh hari sebelumnya agar kasus kebakaran dapat ditekan seminim mungkin. Mulai dari Izin IMB, Amdal,  jalur transportasi dll, dan ketika hal serupa terulang petugas pemadam kabakaran dengan mudah menjinakkan si jago merah, pun korbannya tak perlu mengungsi.

Sabtu, 21 Juli 2012

Memilih Pensiun Dini di BI



Memutuskan pensiun dini dari Bank Indonesia tahun 2010, karena merasa banyak mimpi yang belum terwujudkan. Setelah beranjak dari BI, ia pun banyak menulis buku diantarnya novel yang bertajuk ‘bangkir’ dan buku best seller 2012 ‘The Power of Your Dreams’. Kini, bersama lembaga Masdaeng Comunnication, telah memberikan pelatihan hampir semua BPD yang ada di Sulawesi, Maluku dan Papua.   

Selama 28 tahun berlayar bersama BI menempuh gelombang kehidupan, dengan jabatan terakhir Deputi Pemimpin Bank Indonesia Kendari, akhirnya Andi Burhanuddin, lelaki kelahiran Parepare ini memutuskan berlabuh di kediamannya Kompleks IDI Pettarani Makassar.
Banyak pihak yang menyayangkan mengapa anak yang terlahir dari keluarga ABRI ini, memutuskan untuk pensiun dini. Namun ternyata setelah meninggalkan BI  mantan wartawan Sinar Harapan ini produktif berkarya. Ia sibuk menulis. Yang dirindukannya selama masih berkarir di BI adalah aktivitas menulisnya. Ketika di BI inspirasi untuk menulis sangat terbatas, imajinasinya terhalangi dinding dan sekat-sekat gedung.
Di tahun ini saja, buku terbarunya The Power of Your Dreams telah dicetak 3 kali oleh penerbit karena permintaan masyarakat. Buku best seller ini mengandung berjuta motivasi yang memberikan perubahan pribadi pada pembacanya.
“ Saya merasa banyak hal yang bisa dilakukakn, dan terutama bagaimana menumbuh kembangkan motivasi dan menanamkan budaya kerja ke berbagai kalangan, ini tentu sulit jika saya masih tettap berada dalam sistem.” 
Pengglaman kerja selama di BI yang meraih gelar Pegawai Teladan Bank Indonesia, mitra teladan terbaik, Manajer IKU (KPI) dua tahun berturut-turut, hingga gelar Bapak Satpam Bank Indonesia wilayah Sulawesi, Maluku dan Papua. mengispirasinya mendirikan lembaga budaya kerja dan motivasi serta teknis perbankkan. Dalam berbagai kesempatan bersama lembaga yang bernama Masdaeng Comunnication ini, ia selalu memotivasi dan menginspirasi peserta pelatihan untuk meraih kesuksesan.

Berpikir Kreatif dan Berani Bermimpi

Andi Burhanuddin saat kecil hidup dengan serba pas-pasan, ayahnya yang berpangkat perwira menengah tak sanggup menyekolahkannya ke jenjang lebih tinggi, sehingga ia keluar dari tanah kelahirannya Parepare mengadu nasib ke Samarinda Kalimantan Timur, dengan mimpi tetap bersekolah. Ketika ditanyai bagaimana ia bertahan hidup di negri orang berpikir kreatif dan punya mimpi jawabnya.“ Saya waktu itu sudah menulis cerpen.”
Pun dalam perjalanannya menimbah pengetahuan, ternyata ia punya bakat seni yang terpendam. Bakatnya itulah yang mengantarkannya sampai ke bengkel teater  Jogjakarta. Setelah sekira setahun lebih mengasah bakatnya itu. Pun ia kembali ke Samarindah menyelesaikan studinya sebagai sarjana muda jurusan ekonomi Universitas Mulawarman (Unmul) dengan aliran beasiswa dari pemerintah karena ketekunannya.
Pada saat berkuliah, ia punya cara khas menyerap materi kuliahnya, ia hanya membawa dua lembar kertas yang kemudian dituliskan poin-poin besar materi perkuliahan, malam harinya ia buatkan resumenya. Jam 11 malam ia sudah ada di pembaringan untuk beristirahat.
“di kampus terima mentahnya dirumah kita olah dan kembangan materinya, hasilnya bukan saja mengerti tapi pemahaman yang luar biasa” jelasnya.
Selama mahasiswa ia sangat popular, ia berhasil mempersatukan mahasiswa dari berbagai fakultas setelah terpilih menjadi Ketua Dewan Mahasiswa Unmul. Menanggapi gerakan mahasiswa sekarang ia dengan wajah miris berkata “ luar biasa melencengnya,” bagaimana tidak, aksinya dulu sangat terhormat  pada zamannya. Masyarakat ikut bersama dalam gerakan, sepanjang jalan tanpa suara hanya spanduk dan pamphlet yang berbahasa.
“ yang harus dilakukan BEM sekarang menarik simpati masyarakat bersama membentuk aksi yang besar” ungkapnya.

Merajut Mimpi di Kota Palu

Setelah menyandang  gelar sarjana muda di Unmul dan bermasud melanjutkan sarjana penuhnya di Unhas, ia kemudian kembali ke pulau kelahirannya, tapi sayang kedatangannya terlambat. Pasalnya waktu itu perkuliaahan telah berjalan di Unhas. Pendaftaran telah tertutup.  Daripada memilih menggangur ia pun mengejar mimpinya hingga ke Universitas Tadulako (Untad) Palu Sulawesi Tengah.
Ketika berkeliling memutari kota Palu, Diliatnya gedung besar nan megah diantara gedung yang lain, gedung itu adalah kantor Bank Indonesia. Ia pun merajut mimpinya untuk menjadi orang besar di kantor itu. Tidak ada yang tidak bisa kita raih jika itu masuk akal.
“ Saya hanya bilang, saya mau kerja di kota ini, kalau saya kerja di kantor BI Palu”
Belum sebulan berada di Palu ia pun mendirikan lembaga seni anak muda yang bernama Garasai, Gabungan Aransemen Seni dan Inspirasi. Menjadi teaeterawan yang mengumpulkan bintang-bintang sekota. Menggelar pentas keliling Sulawesi Tengah “
“Saya mengumpulkan banyak muda, dari anak gubernur, anak anggota DPR, pun sampai anak-anak fakir miskin yang berjiwa seni saya tarik,”
Disaat yang bersamaan menamatkan studi doktoral di Untad dengan gelar doktorandus dalam bidang ekonomi yang kini disebut sarjana ekonomi, banyak instasi negri dan swasta ingin menariknya untuk bergabung, namun ia hanya punya mimpi di BI. Dalam perjalanannya pun BI membuka lowongan kerja.
“saya pun melamar dan langsung tembus, kemudian disuruh pilih mau kemana, saya pun memilih untuk berkantor di BI Palu” 
Andi berpesan bahwa hendaknya jangan selalu putus di tengah jalan, padahal bukan kesulitan yang membuat kita susah, tapi kesusahan yang membuat kita sulit, maka jangan pernah berhenti untuk mencoba dan jangan pernah mencoba untuk berhenti. Bukan masalah status social, status jabatan, atau orang biasa tanpa gelar apa-apa, yang masalah adalah apabila kita tidak bisa memetik hikmah dari profesi yang diajalani, gagal memaknai hidup dengan segala dinamikanya.

Masalah Sampah Jangan Sebatas Diskusi Doank!!

Diskusi dengan tema “ Sosialisasi Kebijakan Pengelolaan Sampah,” yang diselenggarakan Dinas Pertamanan dan Kebersihan Pemerintah Kota Makassar di Hotel Losari Metro, Rabu hingga Kamis, (4-5/7). Diskusi ini diharapakan masyarakat agar tidak hanya menambah berkas catatan yang menumpuk.

Tujuan disikusi ini begitu sangat ideal, dengan cita-cita yang ingin dicapai adalah bagaimana pengeloaan sampah bernilai positif untuk warga baik dari segi kesehatan ataupun ekonomis. Dalam disikusi ini, ide cemerlang pengelolaan sampah muncul dari Ketua Yayasan Peduli Negri, Saharuddin Ridwan kala menyajikan materi hari itu, bahwa di setiap kecamatan agar membentuk sebuah tim yang akan membantu dinas kebersihan dalam menanggulangi masalah sampah.
Melahirkan konsep baru dalam setiap diskusi itu sudah biasa, namun kebuntuanlah yang kerap kali terjadi ketika cara untuk merealisasikannya banyak menuai kendala di lapangan. Pun bagaimana caranya agar diskusi itu tidak hanya berlalu begitu saja dan konsepnya hanya akan menambah koleksi berkas catatan yang kian hari kian menumpuk di kantor-kantor birokrasi pemerintahan,  mengingat masyarakat semakin harinya semakin resah akan berbagai masalah yang terjadi disebabkan sampah yang tak dikelolah dengan baik.
Misalnya saja, sejak tahun 2008 Pemkot Makassar telah bekerjasama dengan Unilever membuat program yang dijuluki dengan program Green dan Clean. Namun sayangnya setiap kali musim penghujan datang setiap itu pula beberapa jalan di Makassar terendam banjir. Banjir ini disebabkan karena drinase yang berfungsi sebagai saluaran air hujan telah dipenuhi tumpukan sampah.
Kondisi ini terlihat di Jalan Perintis Kemerdekaan tepatnya di depan Kampus STIMIK Dipanegara.  Akibat jalan yang selalu digenangi air hujan ketahanan aspalnya pun semakin cepat rusak hingga menyebab beberapa lubang di tengah jalan. Kondisi seperti ini tidak bisa dibiarkan terlalu lama dan terus menerus, lubang ditengah jalan yang kian melebar tiap harinya, ditakutkan akan menyebabkan rawan terjadi kecelakaan lalu lintas.
Selain itu pula kegagalan pemerintah kota Makassar maraih adipura pada tahun ini membuktikan bahwa banyak konsep ataupun format pengeloaan sampah yang selama ini lahir dari forum-forum ilmiah, baik dalam bentuk diskusi workshop ataupun seminar ternyata kurang mampu terimplementasikan dengan baik.
Pemerintah kota Makassar dalam hal ini Dinas Pertamanan dan Kebersihan harusnya lebih gencar melakukan survey di titik mana saja sering terjadi tumpukan sampah, serta melakukan sosialisasi penanganan sampah idealnya. Dengan demikian masalah sampah tidak hanya dibebankan pada petugas kebersihan semata tapi semua pihak telibat dan peduli dengan kebersihan kota.  


Jumat, 20 April 2012

Jadi Mahasiswa Rantau di Kota Berbekal Silat Kampung

Ketika mulai terdengar ayam berkokok mengakhiri keheningan malam, suara yang mengisyaratkan beberapa saat lagi cahaya matahari akan segera bersinar, hingga kemudian ayam itu kembali naik bertengger di dahan pohon bersamaan senja yang hendak berlalu, kehidupan perkotaan dengan penuh hiruk pikuk perilaku dan interaksi sosial tanpa hentinya, ditambah lagi dunia gemerlapnya pada malam hari, mengharuskan diri untuk selalu berhati-hati di setiap langkah.

Kembali teringat wejangan dari ayah saat kecil dulu, bahwa untuk hidup dalam dinamika sosial, dimanapun itu harus punya bekal bertahan hidup yang bermanfaat ketika di ujung tanduk, bekal yang mampu menyelamatkan diri dari usikan orang berniat jahat. Mungkin itulah salah satu alasan mendasar ayah mengajarkan silat kampung yang ceritanya dari mendiang ayahnya juga (almarhum kakek saya). Saat masa kolonialisme Belanda, lanjut cerita ayah, almarhum kakek ikut berjuang merebut kemerdekaan, melawan penjajah dengan menggunakan silat kampung.

Ilmu bela diri yang diwariskan almarhum kakek, digunakan ayah dalam perantauannya hingga merndapatkan pekerjaan dan menikah dengan ibu saya. Seorang Ayah yang sejak lulus SMA meninggalkan kampung halamannya mengadu nasib di perkotaan, tentunya lika-liku kehidupan kota telah banyak dilewatinya. Pengalaman pribadi ayah merupakan pelajaran yang sangat berharga beliau menyebabkan semangatnya mengajarkanku silat kampung tak pernah surut, walaupun tempatnya hanya di rumah.

Tidak berhenti sampai disitu usaha beliau untuk mengajarkan saya ilmu bela diri, ketika terbuka Perguruan Silat Kampung, beliau langsung mendaftarkan sebagai anggota untuk tingkat Sekolah Dasar (SD) karena waktu itu saya masih SD. Meskipun pada saat itu saya menolak untuk masuk dengan alasan lebih baik belajar di rumah saja, karna malu nanti diejekin oleh teman sekolah, namun sebagai seorang ayah beliau merasa anak laki-lakinya harus punya ilmu bela diri, dengan meyakinkanku bahwa kelak ketika lulus SMA saya akan melanjutkan kuliah dan itu di luar daerah, dengan alasan itulah hingga akhirnya saya luluh juga saat itu untuk masuk Perguruan Silat Kampung.

Setelah beberapa bulan ikut dalam Perguruan Silat Kampung itu, tentunya banyak jurus-jurus baru yang diajarkan, geraknya yang lincah dan gesit namun juga terlihat agak lucu menjadikan suasana latihan menjadi semakin seru. Yang membuat semua orang terbahak-bahak saat itu, ketiak sang guru sering mempraktekan jurus baru dengan memegang piring sehingga sang guru terilhat seperti penari piring. Tapi gerakan sang guru begitu cepat sehingga piring yang berada di tangganya, yang disusun berlapis-lapis tidak terlempar jatuh walaupun tangannya digerak-gerakan.

Perguruan Silat Kampung ini banyak mengajarkanku tentang kehidupan diantaranya adalah sifat sabar, sabar mengendalikan sifat emosional agar tidak mudah marah pada orang lain. Di perguruan waktu itu, setiap anggota saling menunjukan kehebatannya dalam latihan duel. Yang kalah akan mendapat ejekan dari teman-teman dan mendapatkan hukuman membersikan juga mencuci piring. Namun hukuman tersebut membangun semangat untuk lebih baik lagi kedepannya.

Perguruan Silat Kampung ini tidak mengajarkan seseorang untuk jago dalam hal perkelahian, namun bertujuan menghidupkan kembali budaya yang telah diwariskan oleh leluhur kami. Budaya yang telah lama ditinggalkan semenjak pasca kemerdekaan. Antusias warga saat itupun sangat mendukung dilestarikannya kebiasaan yang dulu dimiliki nenek moyang kami, dengan mengikutsertakan salah seorang anggota keluarganya dalam silat kampung ini.

Hingga pada saat perayaan 17-san (HUT RI) yang diadakan kepala desa, perguruan kami pun di ikutkan untuk meramaikan pangung acara. Berlaga di atas panggung yang ditonton banyak warga desa merupakan hal yang langkah terjadi, olehnya itu kesalahan-kesalahan diminimalisir dengan latihan rutin menjelang hari H acara. Untuk pertama kalinya tampil di depan umum disaksikan ratusan pasang mata, menjadikan momen itu sebagai pengalaman dan pembelajaran dalam melatih mental yang sangat bermanfaat mencegah penyakit demam panggung sampai sekarang ini.

Bekal silat kampung yang didapatkan saat kecil kecil dulu, kini banyak membantu dalam menjalani peran sebagai seorang mahasiswa di salah satu Perguruan Tinggi di Kota Makassar. Terlatihnya mental dan sikap percaya diri walaupun mendaptkan ejekan membuat diri untuk tidak takut salah dalam keadaan apapun. Dalam kelas perkuliahan misalnya, untuk berani mengajukan argumentasi pada dosen dan teman harus didukung dengan mental dan sikap percaya diri, agar apa yang disampaikan mampu dipahami oleh orang lain.

Diluar perkuliahan, masuk di komuntas dan organisasi kemahasiswaan tertentu menjadi aktivitas yang menyenangkan, wadah yang melatih kecerdasan emosianal ini sedikit banyaknya mirip dengan yang ada di perguruan. Melalui banyak komunikasi dan interaksi pada teman seperguruan yang berbeda karakter menjadikan diri mampu memahami orang lain. Sehingga dalam berorganisasi masalah-masalah yang kemudian muncul, yang dapat berujung pada kontak fisik, mampu terselesaikan dengan damai.

Sebagai mahasiswa rantau yang jauh dari orang tua dan keluarga, hidup dalam kemandirian jika tidak memperbanyak teman akan terasa semakin menyulitkan, aktivitas perkotaan yang hari demi hari dihabiskan dengan kerja membuat seseorang menjadi individualis, kurang peduli dengan apa yang terjadidi lingkungan sekitarnya sendiri. Padahal hidup sebagai makhluk sosial memperbanyak relasi merupakan salah satu jalan mencapai sukses.

Sementara saat di perguruan dulu sang guru selalu mengatakan untuk selalu peduli pada teman duel dalam latihan, pukulan dan tendangan tidak boleh berlebihan hanya karena egois memenangkan pertandingan. Sang guru pun berpesan jika nanti diluar latihan terlibat duel sungguhan, maka sebisa mungkin mengetahui mana lawan mana kawan kemudian mengubah lawanmu itu menjadi kawanmu.

Ketika menjadi mahasiswa di kota Makassar bertemu dengan wajah dan karakter yang berasal dari berbagai daerah, sifat sabar yang diajarkan pada Perguruan Silat Kampung dulu tergunakan pada koridor pergaulan yang damai. Jika tidak memiliki sifat sabar status mahasiswa yang semestinya berfungsi memperjuangkan hak-hak rakyat, bisa jadih akan berganti dengan julukan ‘preman kampus’ dengan aktivitas banyak merugikan orang lain.

Peran seorang mahasiswa sebagai control sosial yang menyampaikan aspirasi melalui aksi unjuk rasa sangat sering berakhir dengan bentrok. Korban mahasiswa karena aksi demonstrasi telah banyak tertulis dalam sejarah pergerakan mahasiswa, diantaranya tragedi Trisakti. Peristiwa penembakan, pada 12 Mei 1998, terhadap mahasiswa pada saat demonstrasi menuntut Soeharto turun dari jabatannya. Kejadian ini menewaskan empat mahasiswa Universitas Trisakti di Jakarta, Indonesia serta puluhan lainnya luka.

Dalam situasi ini mahasiswa yang awalnya benar-benar ingin mengawal kebijakan Negara melalui parlemen jalanan banyak menjadi korban, beruntunglah mahasiswa yang mempunyai bekal ilmu bela diri, bekal yang dapat digunakan agar tidak menjadi korban kekerasan dilapangan.

Benar kata ayah dulu bahwa kehidupan kota itu penuh dengan tantangan yang berlika-liku. Ketika di pagi hari seseorang menjadi orang baik, dan di sore harinya tak ada yang menjamin seseorang itu masih tetap menjadi orang yang baik pula.

Selasa, 09 Maret 2010

2012


Saat kecil dulu, mendegar kata “Sekolah“ pertama kalinya sangat menggembirakan hati, tersirat segudang cita-cita serta harapan agar mampu menjalaninya sampai ke jenjang yang lebih tinggi. Kala itu, tak pernah terbayangkan batapa berlikunya jalan menuju harapan tersebut, yang terpikirkan hanyalah belajar dan terus belajar, sesuai perkataan orang tua

Status sosial dianggap rendah dimasyarakat jika tidak memiliki sekolah, tanpa menghiraukan bagaimana cara menempuhnya, padahal Setiap orang memiliki kompetensi yang besar untuk bersekolah, hanya saja kebanyakan dari mereka tidak mampu mengakses pendidikan karena faktor kemiskinan, dan lebih memilh untuk berpenghasilan sendiri walau hanya ala kadarnya, sehingga pilihan itulah yang kembali membawanya pada kemiskinan yang berkelanjutan. Fenomena buta huruf di Indonesia saat ini diperkirakan mencapai 13,2 juta jiwa yang diikuti dengan kemiskinan yang mencapai angka 37, 17 juta penduduk

Kemiskinan saat ini diasumsikan sebagai masalah invidual yang disebabkan karena kemalasan dan kebodohan, sehingga dengan mudah melepaskan tanggung jawab setelah memberikan subsidi yang semakin membawa pada kemalasan dan ketidakmandirian. Suatu keberuntunga bagi mereka yang terlahirkan dalam keluarga yang mampu untuk bersekolah, dengan kemudahan mengakses pendidikan

Amanat konsititusi bahwa negara menjamin pendidikan dan pekerjaan yang layak bagi kemanusiaan hanyalah hiasan kata-kata yang terlukis dalam kertas UUD 1945, sebab yang menjadi masalah utama pendidikan kita saat ini adalah mahalnya biaya sekolah. Olehnya itu, saat bersekolah, orang yang kaya menjadi miskin dan yang miskin semakin menderita, sebab butuh modal besar untuk membiayai orang yang bersekolah hingga selesai, beberapa orang tua pun menganggap bahwa menyekolahkan anak adalah Investasi hari tua.

Tahun ini pemerintah merencanakan anggaran pendidikan dalam APBN 2010 mencapai Rp 195,6 triliun, anggaran yang besar dibandingkan belakangan tahun terakhir. Suatu tangisan anak bangsa, ketika setiap tahunnya pemerintah menaikan anggaran untuk pendidikan namun setiap tahun pula angka bangsa yang putus sekolah semakin meninggi dan berefek pada pengangguran serta kemiskininan yang semakin melangit.

Pada tingkatan Perguruan Tinggi dan Universitas jarang sekali kita temukan mahasiswa yang benar-benar dari golongan ekonomi yang sangat rendah, rata-rata berada di golongan menengah dan atas, kalaupun ada umumnya mereka harus bekerja sampingan untuk membiayai hidup dan kuliahnya, itupun harus mengorbankan beberapa matakuliah sehingga harapan untuk mendapatkan beasiswa gugur sudah, sebab terkendala pada IPK yang dijadikan syarat adminisitratif.

Belum lagi sejak 2008 lalu, para pejabat tinggi di negri yang kita cintai ini telah sepakat bahwa pemerintah melepas tanggung jawabnya mensuplay anggaran pendidikan pada Universitas Negri (UN) dan memberikan masa transisi empat tahun bagi UN untuk berbenah diri,

Bagaimana nantinya nasib para mahasiswa miskin di tahun 2012? Mungkin benar akan kiamat seperti di ceritakan dalam Film 2012, tapi ini khusus mahasiswa kurang mampu.

Jika bangsa ini ingin maju, pendidikan adalah pondasi awal untuk membangun suatu bangsa menuju kejayaan yang kokoh, karena hanya dengan tingginya sumber daya manusia bangsa ini bisa bersaing dengan bangsa maju lainnya.

Selasa, 12 Mei 2009

Kisah Hidup Penulis


Firman, begitulah nama yang sering di panggilkan pada diriku, “ F I R M A N S A “ Nama Yang tertera di akta kelahiranku yang merupakan nama lengkap saya, lahir di pulau kecil yang berada di kawasan Sulawesi Tenggara (Sultra) pada hari Rabu ,19 Agustus 1989 kira-kira pukul 19.30 Wita. Marobea merupakan nama desa yang berkecamatan Lawa di kabupaten Muna tersebut tempat saya di lahirkan dari pasangan suami istri Lahawa dan Naswati. Saya lahir di tempat yang sama dimana ayah saya besar dan tinggal bersama keluargannya, semantara ibu saya masa kanak-kanaknya dihabiskan di Tanah Tolaki, di tempat ini pula Beliau di lahir dan tinggal sampai bertemu dengan ayah saya yang kebetulan menjadi Pegawai Negri sipil di Dinas Kehutanan Kabupaten Kendari Provinsi Sultra.

Anak bungsu ini dilahirkan di tempat yang berbeda dengan kakak laki-lakinya yang sekaligus saudara tunggal, Fardan, lahir di kabupaten kendari, karena pada waktu itu ayah saya menderita penyakit “lumpu” kemudian mudik untuk mencari obat yang bisa menyebuhkannya dan Alhamdulillah di sana ia dapatkan yang secara kebetulan aku masih berada dalam kandungan dan lahir di pulau jati itu. Setelah ayah sembuh dari penyakitnya, merekapun kembali ke kampung ibu saya dimana ayah saya bertugas dengan kehadiran saya di rumah mereka yang bertempat di Desa Ameroro Kec. Lambuya Kab. Kendari, yang sekarang telah di mekarkan menjadi Kabupaten Konawe. Disinilah saya besar dan tinggal hingga saya menyelesaikan study di SMAN 1 Unaaha Kab. Konawe pada tahun 2007 lalu.

Masa kanak-kanak selama dua tahun dihabiskan di Taman Kanak (TK) Kuncup Pertiwi yang terletak tidak jauh dari kediaman keluarga saya, setelah itu saya melanjutknnya di Sekolah Dasar Negri di tempat yang sama dimana saya tinggal. Berbeda pada saat saya memasuki Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) bertempat di kota kecil yang dinamakan Unaaha, disini saya menggunakan sepeda untuk pergi ke sekolahan itu yang letaknya agak lumayan jauh dari rumah saya dan disini pula saya rasakan betapa susahnya seseorang itu menuntut ilmu. sekarang ini hal yang demikian telah berada pada puncaknya , ketika dalam perantuanku menuntut ilmu di negri Daeng Makassar, Sulawesi selatan (Sulsel), Disaat orang tua tidak bersama saya lagi, masalah apapun harus di hadapi dengan sendiri dengan sabar sebab ini merupakan proses pembelajaran bagi saya untuk bagaimana lebih Mengetahui arti kehidupan, karna hal yang pasti terjadi pada siapapun ialah perubahan yaitu perubahan untuk lebih baik.
Di kota yang sering disebut Sentral dari kota- kota yang berada pada bagian Timur Indonesia ini, saya tinggal di Jalan Lanraki Asrama Mahasiswa Konawe, yang letaknya di daya. Ketika berada di kampus selain saya menerima kuliah dari dosen, juga aktif sebagai staf Redaksi di Penerbitan Kampus yang di kenal dengan PK. identitas yang bergerak dalam bidang jurnalistik, di situ pula saya belajar banyak mengenai kerja-kerja jurnalistik dalam sebuah media, tidak hanya itu yang saya dapatkan, tapi didalamnya ada hubungan kekeluargaan yang begitu erat terjalin antara krew, magang, maupun alumni.

Menanti Cinta dalam Mimpi


Penantianku sembari nyala purnama tertutup awan hitam
Tikaman angin dingin menyumbat pori kulitku ketika malam
Peraduan yang enggan terlepas membawa lalang pikiranku dalam bunga tidur yang indah
selaksa dunia maya adalah nyata.........

Kerap kali aku terjaga dalam suasana malam yang gelap
menatapi langit-langit dan dinding dengan hiasan pelita redup
Detik dan detik separuh malam, terukir bagai sejarah dalam mimpiku
Hanyalah cinta dalam mimpi yang mampu membebaskanku.

saat para penghuni bumi beranjak ke lain alam
Keresahan dipenantian selalu hadir tatkala mata terpejam
Dan ketika serangga melukis cakrawala dengan anyamanya
ketika itu jua aku terus menanti Cinta pda mimpi selanjutnya

Hanya Mampu Mendengar



Bait demi bait nada hadir mengisi gendang telinga
Lagi dan lagi terulang ketika terdengar lantunan iramanya
Hinggap Harapan namun runtuh saat kegagalan menghantui
Tak mampu terelakan hingga impian tercapai

Hari demi hari terlewatkan namun tak ada yang terkesan
Bulan dan bulan juga berganti membuat hati semakin meresahkan
Selalu terngiang ucapnya dikala terlintas dalam benak
Namun tak ada sedikit pun kepastian yang terkuak

Dan jika tuturnya terdengar kembali
Serasa hidup penuh dengan dosa yang abadi
Apakah ini akan terus terdengar jika waktunya datang
Ataukah hanya mampu terdengarkan dan kemudian menggaung
Hilang menuju perubahan
Mungkin inilah jalan kesempurnaan