Memutuskan pensiun dini dari Bank
Indonesia tahun 2010, karena merasa banyak mimpi yang belum terwujudkan.
Setelah beranjak dari BI, ia pun banyak menulis buku diantarnya novel yang
bertajuk ‘bangkir’ dan buku best seller 2012 ‘The Power of Your Dreams’. Kini,
bersama lembaga Masdaeng Comunnication, telah memberikan pelatihan hampir semua
BPD yang ada di Sulawesi, Maluku dan Papua.
Selama
28 tahun berlayar bersama BI menempuh gelombang kehidupan, dengan jabatan
terakhir Deputi Pemimpin Bank Indonesia Kendari, akhirnya Andi Burhanuddin, lelaki
kelahiran Parepare ini memutuskan berlabuh di kediamannya Kompleks IDI
Pettarani Makassar.
Banyak
pihak yang menyayangkan mengapa anak yang terlahir dari keluarga ABRI ini,
memutuskan untuk pensiun dini. Namun ternyata setelah meninggalkan BI mantan wartawan Sinar Harapan ini produktif
berkarya. Ia sibuk menulis. Yang dirindukannya selama masih berkarir di BI
adalah aktivitas menulisnya. Ketika di BI inspirasi untuk menulis sangat
terbatas, imajinasinya terhalangi dinding dan sekat-sekat gedung.
Di
tahun ini saja, buku terbarunya The Power of Your Dreams telah dicetak 3 kali
oleh penerbit karena permintaan masyarakat. Buku best seller ini mengandung
berjuta motivasi yang memberikan perubahan pribadi pada pembacanya.
“
Saya merasa banyak hal yang bisa dilakukakn, dan terutama bagaimana menumbuh
kembangkan motivasi dan menanamkan budaya kerja ke berbagai kalangan, ini tentu
sulit jika saya masih tettap berada dalam sistem.”
Pengglaman
kerja selama di BI yang meraih gelar Pegawai Teladan Bank Indonesia, mitra
teladan terbaik, Manajer IKU (KPI) dua tahun berturut-turut, hingga gelar Bapak
Satpam Bank Indonesia wilayah Sulawesi, Maluku dan Papua. mengispirasinya
mendirikan lembaga budaya kerja dan motivasi serta teknis perbankkan. Dalam
berbagai kesempatan bersama lembaga yang bernama Masdaeng Comunnication ini, ia
selalu memotivasi dan menginspirasi peserta pelatihan untuk meraih kesuksesan.
Berpikir Kreatif dan Berani
Bermimpi
Andi
Burhanuddin saat kecil hidup dengan serba pas-pasan, ayahnya yang berpangkat
perwira menengah tak sanggup menyekolahkannya ke jenjang lebih tinggi, sehingga
ia keluar dari tanah kelahirannya Parepare mengadu nasib ke Samarinda
Kalimantan Timur, dengan mimpi tetap bersekolah. Ketika ditanyai bagaimana ia
bertahan hidup di negri orang berpikir kreatif dan punya mimpi jawabnya.“ Saya
waktu itu sudah menulis cerpen.”
Pun
dalam perjalanannya menimbah pengetahuan, ternyata ia punya bakat seni yang
terpendam. Bakatnya itulah yang mengantarkannya sampai ke bengkel teater Jogjakarta. Setelah sekira setahun lebih
mengasah bakatnya itu. Pun ia kembali ke Samarindah menyelesaikan studinya
sebagai sarjana muda jurusan ekonomi Universitas Mulawarman (Unmul) dengan
aliran beasiswa dari pemerintah karena ketekunannya.
Pada
saat berkuliah, ia punya cara khas menyerap materi kuliahnya, ia hanya membawa
dua lembar kertas yang kemudian dituliskan poin-poin besar materi perkuliahan, malam
harinya ia buatkan resumenya. Jam 11 malam ia sudah ada di pembaringan untuk
beristirahat.
“di kampus terima mentahnya dirumah kita olah dan
kembangan materinya, hasilnya bukan saja mengerti tapi pemahaman yang luar
biasa” jelasnya.
Selama
mahasiswa ia sangat popular, ia berhasil mempersatukan mahasiswa dari berbagai
fakultas setelah terpilih menjadi Ketua Dewan Mahasiswa Unmul. Menanggapi
gerakan mahasiswa sekarang ia dengan wajah miris berkata “ luar biasa
melencengnya,” bagaimana tidak, aksinya dulu sangat terhormat pada zamannya. Masyarakat ikut bersama dalam
gerakan, sepanjang jalan tanpa suara hanya spanduk dan pamphlet yang berbahasa.
“ yang harus dilakukan BEM sekarang menarik simpati
masyarakat bersama membentuk aksi yang besar” ungkapnya.
Merajut Mimpi di Kota Palu
Setelah
menyandang gelar sarjana muda di Unmul dan
bermasud melanjutkan sarjana penuhnya di Unhas, ia kemudian kembali ke pulau
kelahirannya, tapi sayang kedatangannya terlambat. Pasalnya waktu itu
perkuliaahan telah berjalan di Unhas. Pendaftaran telah tertutup. Daripada memilih menggangur ia pun mengejar
mimpinya hingga ke Universitas Tadulako (Untad) Palu Sulawesi Tengah.
Ketika
berkeliling memutari kota Palu, Diliatnya gedung besar nan megah diantara
gedung yang lain, gedung itu adalah kantor Bank Indonesia. Ia pun merajut mimpinya
untuk menjadi orang besar di kantor itu. Tidak ada yang tidak bisa kita raih
jika itu masuk akal.
“
Saya hanya bilang, saya mau kerja di kota ini, kalau saya kerja di kantor BI
Palu”
Belum
sebulan berada di Palu ia pun mendirikan lembaga seni anak muda yang bernama
Garasai, Gabungan Aransemen Seni dan Inspirasi. Menjadi teaeterawan yang
mengumpulkan bintang-bintang sekota. Menggelar pentas keliling Sulawesi Tengah
“
“Saya
mengumpulkan banyak muda, dari anak gubernur, anak anggota DPR, pun sampai
anak-anak fakir miskin yang berjiwa seni saya tarik,”
Disaat yang bersamaan menamatkan studi doktoral di
Untad dengan gelar doktorandus dalam bidang ekonomi yang kini disebut sarjana
ekonomi, banyak instasi negri dan swasta ingin menariknya untuk bergabung,
namun ia hanya punya mimpi di BI. Dalam perjalanannya pun BI membuka lowongan
kerja.
“saya
pun melamar dan langsung tembus, kemudian disuruh pilih mau kemana, saya pun
memilih untuk berkantor di BI Palu”
Andi
berpesan bahwa hendaknya jangan selalu putus di tengah jalan, padahal bukan
kesulitan yang membuat kita susah, tapi kesusahan yang membuat kita sulit, maka
jangan pernah berhenti untuk mencoba dan jangan pernah mencoba untuk berhenti. Bukan
masalah status social, status jabatan, atau orang biasa tanpa gelar apa-apa,
yang masalah adalah apabila kita tidak bisa memetik hikmah dari profesi yang
diajalani, gagal memaknai hidup dengan segala dinamikanya.